Meningkatknya permintaan akan solusi hemat energi seiring dengan pertumbuhan infrastruktur, meningkatnya penjualan lampu hortikultura dan meningkatnya inisiatif pemerintah terhadap penggunaan lampu LED (Light Emitting Diode) didukung juga dengan kesadaran masyarakat serta tren global terhadap pola hidup hemat energi menyebabkan permintaan lampu LED di tanah air kian marak. Selain itu meningkatnya urbanisasi, penurunan harga dan meningkatnya penggantian lampu pijar dengan lampu LED menjadi faktor lain yang mendorong meningkatnya penjualan lampu LED hingga saat ini. Peluang pasar terbuka lebar, lalu bagaimana dengan kesempatan untuk membuka kran industrialisasi LED di dalam negeri?
Adanya proyek 35 GW yang rencananya rampung tahun 2026 (kontan.co.id – Jakarta) merupakan satu gaung bagi setiap lini hilir pengguna kelistrikan untuk bersiap siap menyerap peningkatan kebutuhan instrumen kelistrikan terutama dalam hal penerangan rumah tangga. Angka penduduk indonesia yang mencapai 60 juta jiwa ditambah geliat infrastruktur pembangunan jalan raya merupakan satu pasar yang menjanjikan bila peningkatan elektrifikasi berkorelasi terhadap meningkatkan permintaan terhadap kebutuhan lampu secara nasional.
Peta pasar perlampuan menunjukkan bahwa saat ini lampu rendah emisi Light Emitting Diode (LED) merupakan satu produk yang mengalami peningkatan permintaan signifikan belakangan ini.
Fenomena ini merupakan satu tren akan perubahan gaya hidup masyarakat yang mulai sadar terhadap penghematan energy serta teknologi. Lampu LED memiliki keunggulan komperatif dalam hal efisiensi energi serta bahan baku yang non merkuri sehingga ramah terhadap lingkungan, angka efisiensi LED mencapai 80% - 90%. Selain itu daya yang digunakan pun dua kali lebih rendah ketimbang lampu pijar konvensional. Tingginya nilai ekonomis ini sebenarnya tidak hanya menguntungkan bagi konsumen LED, namun juga bagi produsen listrik selaku penyuplai energi. Karena, beralihnya masyarakat menggunakan LED merupakan alternatif yang secara tidak langsung menjadi penopang ketersediaan listrik dengan cara yang lebih bijaksana yaitu hemat energi. Sehingga demam penggunaan LED di tanah air tak sekadar peluang pasar namun juga satu upaya meningkatkan efisiensi energi secara nasional. Oleh sebab itu,kehadiran industri LED di Tanah Air merupakan satu potensi industri yang seharusnya dilirik sebagai penopang perekonomian.
Ketua Asosiasi Perlampuan Indonesia (Aperlindo) John Manopo menuturkan bahwa angka penggunaan lampu LED di Tanah Air masih memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan masih bisa ditingkatkan bila ke depan masyarakat yang 80% masih menggunakan lampu hemat energi (LHE) mengganti lampunya dengan LED seiring dengan berubahnya tren akan hemat energi.
Sementara itu kondisi yang patut disayangkan saat ini adalah produksi LED dalam negeri masih sangat jauh dari kebutuhan yang ada. Menurut data Aperlindo saat ini produksi lampu LED dari 11 pabrik yang ada baru mampu memproduksi 3 juta unit per tahun itu berarti baru memenuhi 7,5 % dari kebutuhan secara nasional. Hal ini amat disayangkan apabila melihat potensi pasar yang ada tidak diserap dengan baik.
Banyak investor yang sebenarnya tertarik untuk mendirikan industri LED di tanah air, tetapi adanya keragu-raguan akan regulasi yang ada menjadi penghambat.
Hal ini disebabkan karena pelaku industri masih menantikan adanya kepastian regulasi dari pemerintah. Mereka sebenarnya mau mengembangkan, tapi masih ragu-ragu karena belum ada aturannya. HS code dan SNI yang jelas.
Kalau sudah ada regulasinya, saya yakin pelaku industri ini akan mengembangkannya. TKDN yang sekarang masih 20% - 30% juga bisa ditingkatkan sampai 40% kalau industrinya berkembang.
Realisasi akan standarisasi di industri perlampuan terutama untuk LED amat penting. Standarisasi tak hanya kalkulasi material yang menjamin keamanan bagi konsumen namun juga jadi satu langkah untuk memproteksi serangan impor di tengah begitu menariknya ceruk pasar LED di Tanah Air ke depan. Kita mengharapkan pemerintah segera mengambil untuk merilis standardisasi industri perlampuan terutama untuk lampu LED. Bila pemerintah lamban dalam menetapkan keputusan, ia khawatir dengan terbukanya MEA Indonesia justru menjadi sasaran pasar bagi negara ASEAN lainnya. "This is the right moment, 35 GW dan MEA merupakan momentum tepat mendorong industrialisasi perlampuan. Lampu merupakan industri yang padat karya, akan banyak tenaga kerja yang terserap bila industri lampu dibangun di sini. Langkah bagi investor ada dua sebenarnya, mereka bisa bangun pabrik di sini atau joint venture dengan perusahaan lokal. Pasarnya terbuka luas bagi mereka, hanya tinggal bagaimana menggunakan strategi untuk memanfaatkan momen yang ada.
la memprediksi bila industri LED didorong di tanah air, menurutnya dengan MEA atau free trade justru menjadi peluang bagi Indonesia untuk merambah pasar perlampuan minimal ke negara ASEAN. Di ASEAN baru ada tiga negara yang memiliki industri perlampuan yaitu Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Pokoknya kami mendorong agar perlampuan kita minimal jadi tuan rumah di negerinya sendiri.
Sumber : Listrik Indonesia edisi 051
Untuk belanja dan info kemitraan? klik banner di bawah ini